KATA PENGANTAR
Puji syukur hanyalah milik Allah swt, yang atas rahmat-Nya dan karuniah-Nyalah sehingga kami masih diberi kesempatan dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas mandiri. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari andil dan bantuan banyak pihak. Oleh sebab itu, secara khusus kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing.
Semoga makalah ini ada manfaatnya bagi kita semua atau memiliki pengaruh tersendiri terhadap pengetahuan dan wawasan kami sebagai penyusun. Di akhir kata semoga Allah swt selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kit semua. Amin.
Pekanbaru, Juni 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 3
A. Pengertian Hadits Maudhu’.................................................................................3
B. Awal muncul hadits maudhu’ dan faktor yang melatarbelakangi............................ 4
C. Pembagian hadits maudhu’..................................................................................7
D. Contoh hadits maudhu’.......................................................................................8
E. Sebab munculnya hadist maudhu’........................................................................ 9
BAB III PENUTUP............................................................................................................ 11
A. Kesimpulan........................................................................................................ 11
B. Saran ................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al-Quran sebagai sumber hukum Islam yang pokok banyak yang mengandung ayat-ayat yang bersifat mujmal, mutlak, dan ‘am. Oleh karenanya kehadiran hadis berfungsi untuk “tabyin wa taudhih” terhadap ayat-ayat tersebut. Ini menunjukkan hadis menduduki posisi yang sangat penting dalam literatur sumber hukum Islam.
Namun kesenjangan waktu antara sepeninggal Rasulullah SAW. dengan waktu pembukuan hadis (hampir 1 abad) merupakan kesempatan yang baik bagi orang-orang atau kelompok tertentu untuk memulai aksinya membuat dan mengatakan sesuatu yang kemudian dinisbatkan kepad Rasulullah SAW. dengan alasan yang dibuat-buat. Penisbatan sesuatu kepada Rasulullah SAW. seperti inilah yang selanjutnya dikenal dengan palsu atau Hadis Maudhu’.
Hadis Maudhu’ ini sebenarnya tidak layak untuk disebut sebagai sebuah hadis, karena ia sudah jelas bukan sebuah hadis yang bisa disandarkan pada Nabi SAW. Hadis maudhu’ ini berbeda dengan hadis dha’if. Hadis maudhu’ sudah ada kejelasan akan kepalsuannya sementara hadis dha’if belum jelas, hanya samar-samar. Tapi ada juga yang memasukkan pembahasan hadis maudhu’ ini ke dalam bahasan hadis dha’if.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Hadist Maudhu’ ?
b. Apa awal muncul dan faktor yang melatarbelakangi hadits Maudhu’ ??
c. Apa saja pembagian Hadist Maudhu’ ?
d. Apa contoh Hadist Maudhu’ ?
e. Apa saja sebab munculnya hadits maudhu’ ?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian hadist maudhu’.
b. Untuk mengetahui awal muncul Hadits Maudhu’
c. Untuk mengetahui pembagian hadist maudhu’.
d. Untuk mengetahui contoh hadist maudhu’.
e. Untuk mengetahui sebab munculnya hadits Maudhu’.
BAB II
PEMBAHASAN
Hadits Maudhu’
A. Pengertian Hadits Maudhu’
Secara bahasa, Al-Maudhu’ adalah isim maf’ul dari wa-dha-‘a, ya-dha-‘u, wadh-‘an, yang mempunyai arti al-isqath (meletakkan atau menyimpan); al-iftira’ wa al-ikhtilaq (mengada-ada atau membuat-buat); dan al-tarku (ditinggal).
Pengertian hadis maudhu’ secara kebahasaan dan keistilahan mempunyai hubungan kesinambungan cakupan makna dan sasaran antara pengertian keadaannya.
1. Al-hiththah berarti bahwa hadis maudhu’ adalah hadis yang terbuang dan terlempar dari kebahasaan yang tidak memiliki dasar sama sekali untuk diangkat sebagai landasan hujjah.
2. Al-isqath berarti bahwa hadis maudhu adalah hadis yang gugur, tidak boleh diangkat sebagai dasar istidal.
3. Al-islaq berarti bahwa hadis maudhu’ adalah hadis yang ditempelkan (diklaimkan) kepada Nabi Muhammad agar dianggap berasal dari Nabi, padahal bukan berasal dari Nabi.
4. Al-ikhtilaq berarti bahwa hadis maudhu’ adalah hadis yang dibuat-buat sebagai ucapan, perbuatan atau ketetapan yang berasal dari Nabi, padahal bukan berasal dari Nabi.
Jadi hadis maudhu’ itu adalah bukan hadis yang bersumber dari Rasul, akan tetapi suatu perkataan atau perbuatan seseorang atau pihak-pihak tertentu dengan suatu alasan kemudian dinisbatkan kepada Rasul. Untuk hadis palsu, ulama biasanya menyebutnya dengan istilah hadis maudhu', hadis munkar, hadis bathil, dan yang semacamnya. Tidak boleh meriwayatkan sesuatu hadis yang kenyataannya palsu bagi mereka yang sudah mengetahui akan kepalsuan hadis itu. Kecuali apabila sesudah ia meriwayatkan hadis itu kemudian dia memberi penjelasan bahwa hadis itu adalah palsu, guna menyelamatkan mereka yang mendengar atau menerima hadis itu dari padanya.Tujuan pembuatan hadis palsu adalah untuk kepentigan dakwah dan zuhud.
B. Awal muncil Hadist Maudhu’ dan faktor-faktor yang melatarbelakanginya
1. Awal muncul Hadits Maudhu’
Awal munculnya hadits maudhu` yaitu pada masa pemerintahan sayyidina utsman bin affan (w. 35 H). golongan inilah yang mulai menaburkan benih-benih fitnah yang pertama.[1][5] Salah seorang tokoh yang berperan dalam upaya menghancurkan islam pada masa utsman bin affan adalah Abdullah bin Saba`, seorang penganut yahudi yang menyatakan telah memeluk islam.
Dengan bertopengkan pembelaan kepada Sayyina Ali dan ahli Bait, ia menjelajah kesegenap pelosok untuk menabur fitnah kepada orang ramai. Ia menyatakan bahwa Ali (w. 40 H) lebih berhak menjadi khalifah dari pada utsman, bahkan lebih berhak dari pada Abu Bakar (w. 13 H) dan Umar (w. 23 H). Hal itu karena, menurut abdullah bin Saba` sesuai dengan wasiat dari Nabi SAW. Lalu untuk mendukung prropaganda tersebut ,ia membuat satu hadits maudhu` (palsu) yang artinya,: “setiap nabi itu ada penerima wasiatnya dan penerima wasiatku adalah Ali”.1
Namun penyebaran hadits maudhu` pada masa ini belum begitu meluas karena masih banyak sahabat utama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan kepalsuan suatu hadits. Sebagai contoh, Sayyina Utsman, ketika beliau mengetahui hadits maudhu` yang dibuat oleh Ibnu Saba`, beliau dengan mengambil tindakan dengan mengusir Ibnu Saba` dari Madinah. Begitu juga yang dilakukan oleh Sayyina Ali setelah beliau menjadi khalifah.
Para sahabat mengetahui banyak dari hadits maudhu` karena ada ancaman yang kerasa yang di keluarkan oleh Nabi SAW.terhadap orang yang memalsukan hadits, sebagaimana sabda Nabi SAW.,”Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja diya telah menempati tempatnya didalam neraka”. Imam Az-Zahabi (w. 748 H) meriwayatkan dari Khuzaimah bin Nasr, katanya, “Aku mendengar Ali berkata di Siffin, mudah mudahan allah melaknati mereka (yaitu golongan yang putih yang telah menghitamkan) karena telah merusakkan hadits-hadits Rasulullah”
Menyadari hal itu, para sahabat awal tidak akan mudah percaya dan menerima begittu aja sekiranya mereka meragukan kesasihan hadits itu.
Walaupun begitu, tahap penyebaran hadits-hadits maudhu` pada masa ini masih lebih kecil dibandingkan dengan zaman-zaman berikutnya. Hal ini karena masih banyaknya tabi`in yang menjaga hadits-hadits dan menjelaskan diantara yang lemah dan yang sahih. Dan juga karena zaman ini masih dianggap masih sezaman dengan Nabi SAW.dan disebut oleh Nabi sebagai diantara sebaik-baik zaman. Pengajaran- pengajaran serta wasiat dari Nabi masih segar dikalangan mereka yang menyebabkan mereka dapat menganalisis kepalsuan-kepalsuan suatu hadits.
2. Faktor yang melatarbelakangi Hadits Maudhu’
a. Pertentangn Politik Dalm Soal Pemilihan Kholifah
Pertentangan diantara umat islam timbul setelh terjadinya pembunuhan terhadap khalifah Umar bin Affan oleh para pemberontak dan kekhalifahan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib.[2]
Konflik-konflik politik telah menyeret permasalahan agama masuk kedalamnya dan membawa pengaruh juga pada madzhab-madzhab keaamaan. Karena persaingan untuk menonjolkan kelompok mereka masing-masing, maka ketika mencari dalil dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah tidak ada, mereka membuat pernyataan-pernyataan yang disandarkan pada Nabi SAW. Dari sinilah Hadits palsu berkembang. Materi Hadits pertama tentang keunggulan seseorang dan kelompoknya.
Orang-orang syiah membuat hadits maudhu` tentang keutamaan-keutamaan `Ali dan Ahli Bait. Disamping itu mereka membuat hadits maudhu` dengan maksud mencela cela dan menjelek jelekkan Abu Bakar r.a. dan Umar r.a.
Golongan yang fanatik kepada muawiyah membuat pula hadits palsu yang menerangkan keutamaan muawiyah ,diantaranya:”orang yang terpercaya itu ada tiga, yaitu aku, jibril, dan muawiyah”.
b. Adanya kesenjangan dari pihjak lain untk merusak ajaran islam
Golongan ini adalah terdiri dari golongan zindiq, yahudi, Majusi, dan nasrani yang senantiasa menyimpan dendam tehadap agama islam. Faktur ini merupakan awal munculnya hadits maudhu`. Hal ini berdasarkan peristiwa Abdullah bin Saba` yang mencoba memecah belah umat islam dengan bertopengkan kecintaan kepada Ahli Bait. Sejarah mencatat bahwa ia adalah seorang yahudi yang berpura pura memeluk agama islam. Oleh karena itu, ia berani menciptakan hadits maudhu` pada saat masih banyak sahabat utama masih hidup.[3]
Khalifah yang sangat keras membasmi gerakan orang-orang zingiq ini adalah khalifah Al-Mahdy dari dinasti abbasiyah.
c. Mempertahankan madzhab dalam masalah fiqih dan kalam
Para pengikut madzhab fiqih dan pengikut ulama` kalam, yang bodoh dan dangkal ilmu agamanya, membuat pula hadits-hadits palsu untuk menguatkan paham pendirian imannya.
Mereka yang fanatik terhadap madzhab Abu Hanifah yang menganggap tidak sah shalat mengangkat kedua tangan dikala sholat membuat hadits maudhu` sbb: Barang siapa mengangkat kedua tangannya didlam sholat,tidak sah sholatnya.
d. Membangkitkan gairah beribadah untuk mendekatkan diri kepada allah
Mereka membuat hadits-hadits palsu dengan tujuan menarik orang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, melalui amalan amalan yang meraka ciptakan,melalui hadits tarhib wa targhib (anjuran anjuran untuk meninggalkan yang tidak baik dan mengerjakan yang di pandangnya baik) dengan cara berlabih lebihan.
e. Menjilat para penguasa untuk mencari kedudukan atau hadiah
Ulama` ulama` su` membuat hadits palsu ini untuk membenarkan perbuiatan perbuatan para penguasa sehingga dari perbuatannya tersebut, mereka mendapat upah dengan diberi kedudukan atau harta.
Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An nakha`I yang datang kepada amirul mu`minin Al-Mahdi yang sedang bermain merpati.lalu ia menyebut hadits dengan sanadnya secara berturut turut sampai kepada Nabi SAW.bahwasanya beliau bersabda, laa sbaqa illa fiinaslin aukhuffin auhaafirin aw janaahin,
“tidak ada perlombaan kecualai dalam anak panah, ketangkasan,menunggang kuda atau burung yang bersayap".
C. Pembagian Hadits Maudhu’
Hadis Maudhu’ atau hadis yang orang ada- adakan ini, terbagi kepada empat bagian:
1. Si rawi mengada- adakan sendiri yang tidak sama dengan perbuatan orang lain.
2. Si rawi mengambil perkataan salaf, hukama dan cerita- cerita Isra-illiyahlalu
3. Susunan yang diadakan oleh seorang rawi dengan tidak sengaja, tetapi karena waham.
4. Si rawi mengambil satu hadis yang lemah sanadnya, lalu disusunnya dalam satu sanad yang shahih.
Para ulama berbeda pendapat tentang kapan mulai terjadinya pemalsuan hadis. Berikut ini akan dikemukakan pendapat mereka, yakni:
a. Menurut Ahmad Amin, bahwa hadis maudhu’ telah terjadi pada masa Rasulullah SAW. masih hidup. Alasan yang dijadikan argumentasi adalah sabda Rasulullah.
b. Shalah Al-Dlabi mengatakan bahwa pemalsuan hadis berkenaan dengan masalah keduniaan telah terjadi pada masa Rasulullah SAW. alasan yang dia kemukakan adalah hadis riwayat Al-Thahawi (w. 321H/933 M) dan Al- Thabrani (w. 360H/ 971 M) dalam kedua hadis tersebut dinyatakan bahwa pada masa nabi ada seseorang telah membuat berita bohong mengatas namakan nabi.
c. Menurut jumhur al-muhadditsin bahwa pemalsuan hadis itu terjadi pada masa kekhalifahan Ali Ibn Thalib,[8] mereka beralasan bahwa keadaan hadis sejak zaman Nabi hingga sebelum terjadinya pertentangan antara ‘Ali ibn Thalib dengan Mu’awiyah ibn Abi Sofyan (w.60 H/680 M) masih terhindar dari pemalsuan-pemalsuan. Zaman nabi jelas tidak mungkin terjadi pemalsuan hadis
D. Contoh Hadits Maudhu’
Maka berikut ini ada beberapa Hadits Maudhu’ bersama keterangannya, serta di mana perlu dan di sebutkan bagian dari sebab-sebabnya atau tanda-tandanya.
1. اِذَا صَدَقَتِ الْمَحَبَّةُ سَقَطَتْ شُرُوْطُ الْأَدَبِ.
Artinya: Apabila rapat percintaan (antara seorang dengan yang lain), maka gugurlah syarat-syarat adab.
Keterangan:
a. Perkataan ini, orang katakan hadits Nabi saw, padahal sebenarnya adalah itu ucapan seorang yang bernama Junaid.
b. Karena ucapan tersebut bukan sabda Nabi saw, maka yang demikian dinamakan maudhu’, yakni Hadits yang dibuat-buat orang.
2. اِنَّ اَلْقَمَرَ دَخَلَ فِي جَيْبِ ص وَخَرَجَ مِنْ كُمِّهِ.
Artinya: Sesungguhnya bulan pernah masuk dalam saku baju Nabi saw., dan keluar dari tangan bajunya.
Keterangan:
a. Ucapan ini bukan sabda Nabi, tetapi orang katakan hadits Nabi saw. Jadi dinamakan dia maudhu’, palsu.
b. Tukang-tukang cerita sering membawakan hadits itu waktu menceritakan perjalanan atau maulid Nabi, dengan maksud supaya orang tertarik mendengarkan ceritanya.
c. Perasaan atau keyakinan kita mesti mendustakan isinya, karena tidak terbayang dalam fikiran, bahwa bulan yang begitu besar dapat masuk dalam saku baju Nabi yang tidak beda dengan saku-saku kita, dan keluar dari lubang tangan baju yang besarnya sudah kita maklum.
3. الننَّظَرُ اِلَي الوَجْهِ اْلجمِيْلِ عِبَادَةٌ.
Artinya: Melihat wajah yang cantik itu, ‘ibadat.
Keterangan:
a. Barangsiapa memperhatikan isi ucapan tersebut, tentu akan mengatakan, bahwa maksudnya itu untuk membangunkan syahwat manusia, sehingga orang mau mengerjakan perbuatan yang tidak senonoh, sedang salah satu daripada keutamaan manusia, ialah menjaga syahwatnya.
b. Sabda Nabi tidak akan bertentangan dengan sifat keutamaan manusia, tetapi Hadits itu nyatanya berlawanan; teranglah bahwa itu bukan Hadits Rasulullah saw. Oleh sebab itu dia disebut hadits maudhu’.
4. لَوْ اَحْسَنَ اَحَدُكُمْ ظَنَّهُ بِحَجَرٍ لَنَفَعَهُ الّلهُ بِهِ[10].
Artinya: Kalau salah seorang dari pada kamu menyangka baik kepada sebuah batu, niscaya dengan batu ini, Allah akan memberi manfa’at kepadanya.
Keterangan:
a. Tujuan hadits ini supaya manusia menghormati atau menyembah batu.
b. Menghormati atau menyembah batu atau yang seumpamanya itu, bertentangan dengan kepercayaan islam. Islam mengatakan, bahwa tidak ada seorang atau apapun yang dapat memberi manfa’at kepada manusia, selain dari Allah swt.
c. Tidak syak lagi, bahwa omongan itu adalah buatan kaum musyrikin, penyembah berhala.
Hadits-hadits palsu:
1. Hadits yang menyuruh orang shalat malam jum’ah 12 raka’at dengan bacaan surah Ihlash 10 kali.
2. Hadits yang memerintah orang shalat malam jum’ah 2 raka’at dengan bacaan surah Zalzalah 15 kali,(ada juga yang menerangkan 50 kali).
3. Hadits-hadits shalat pada hari jum’ah 2 raka’at, empat raka’at dan 12 raka’at
4. Hadits-hadits sebelum shalat jum’ah, ada shalat yang empat raka’at dengan bacaan surat ikhlas 50 kali.
5. Hadits-hadits shalat ‘Asyura’
6. Hadits-hadits shalat Ragha-ib .
7. Hadits-hadits shalat malam dari bulan Rajab.
E. Sebab munculnya Hadits Maudhu’
a. Adanya seorang zindiq (seorang yang pura-pura masuk Islam) yang mengaku-aku sebagai seorag muslim kemudian merusak Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan memalsukan hadits (membuat perkataan menyerupai hadits) kemudian menyandarkannya kepada shahabat kemudian kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
b. Sebagian lainnya dilakukan untuk mendukung madzhab mereka atau kalangan mereka, sebagaimana dilakukan oleh kalangan Khaththobiyah, yaitu kelompok yang dinasabkan kepada Abul Khaththab Al Asadi.
c. Sebagian lagi mereka memalsukan hadits untuk mendapatkan kedudukan di sisi para khalifah dan penguasa, sebagaimana yang dilakukan oleh Gihyats bin Ibrahim An Nakha’i, dimana ia memalsukan hadits untuk menyenangkan Khalifah Al Mahdi.
d. Sebagian lagi digunakan untuk mencari kekayaan, ketenaran dan lainnya dari kenikmatan dunia.
e. Di antaranya lagi, mereka memalsukan hadits untuk dijadikan dalil dari semua yang mereka fatwakan dari pendapat-pendapat mereka.
f. Sebagian lainnya, dikarenakan niat mereka untuk mengajak kepada amal shalih dan ibadah-ibadah dengan memalsukan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
g. Ada pula yang menukilkan perkataan orang-orang bijak, baik itu dari kalangan shahabat, tabi’in atau tabi’ tabi’in atau setelah mereka, lantas menyandarkan perkataan tersebut kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
h. semisal hadits: “Kecintaan kepada dunia adalah sumber segala kesalahan.” Dimana ini sebenarnya merupakan perkataan Malik bin Dinar.
i. Ada pula di antara mereka yang tidaklah berkeinginan untuk memalsukan hadits, hanya saja terjadinya hal tersebut karena kelalaian atau kekeliruan dalam mendengarkan suatu hadits.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits maudhu’ adalah segala sesuatu yang tidak pernah keluar dari Nabi SAW baik dalam bentuk perkataan, perbuatan atau taqrir, tetapi disandarkan kepada beliau secara sengaja atau pun tidak sengaja.
Sebagian ulama mendefinisikan Hadits Maudlu’ adalah “Hadits yang dicipta dan dibuat oleh seseorang (pendusta) yang ciptaannya itu dikatakan sebagai kata-kata atau perilaku Rasulullah SAW, baik hal tersebut disengaja maupun tidak”.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi hadits maudhu, yaitu: (1) Polemik politik, (2) kaum zindiq adalah golongan yang membenci islam, baik sebagai agama ataupun sebagai dasar pemerintahan. (3) Fanatik terhadap Bangsa, Suku, Negeri, Bahasa, dan Pimpinan. Mereka membuat hadits palsu karena didorong oleh sikap egois dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok atau yang lain.
B. Saran
Ada berbagai saran yang disampaikan oleh penulis, yaitu.
1. Para pembaca disarankan agar memberikan kritik atas isi dan penulisan makalah.
2. Bagi para pembaca disarankan untuk memiliki kriteria yang telah dipapar dalam makalah.
3. Jika memiliki hambatan dalam membaca maka seyogyanya membaca makalah ini, karena didalam makalah ini dipaparkan mengenai solusi untuk mengatasi hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Munzier suprapto. M. A, dan Drs. Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits, raja grapindo persada, Jakarta, 1993
Khusniati Rofiah, studi ilmu Hadits, stain po prees, bandung, 2010
M.solahuddin.ulumul hadits.bandung: cv pustaka setia,2009
Utang Ranu Wijaya. Ilmu Hadits . Jakarta: Gaya media pratama.1996
[2] M.solahuddin.ulumul hadits.bandung: cv pustaka setia,2009.hlm.176
[3] M.solahuddin.ulumul hadits.bandung: cv pustaka setia,2009.hlm.179.
No comments:
Post a Comment