PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI
LINGKUNGAN KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT
—
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt,
karena atas limpahan rahmatnya, sehingga penulisan makalah ini dapat
terselesaikan dan telah rampung.
Makalah ini berjudul“PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT”. Dengan tujuan penulisan
sebagai sumber bacaan yang dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman dari
materi ini.
Selain itu, penulisan makalah ini tak terlepes pula dengan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Selain itu, penulisan makalah ini tak terlepes pula dengan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Namun penulis cukup menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran pembaca yang bersifat membangun.
Jakarta, Oktober 2015
Penulis.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
B. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Sekolah
C. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Masyarakat
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah Semakin canggihnya ilmu pengetahuan, semakin majunya peredaran zaman
dan manusiapun beragam. kemewahan di bidang harta tidak akan menjamin
kebahagiaan seseorang jika orang tersebut tidak bisa menikmati kekayaan itu,
apalagi bagi orang yang serba kekurangan atau merasa kurang cukup
terus-menerus. Banyak anak-anak yang tidak patuh lagi kepada orang tuanya,
tentunya sangat dikhawatiran yang mengakibatkan perasaan tidak tenang dan
selalu gelisah, bahkan banyak orang yang mengalami penyakit stress yang mereka
sendiri tidak tahu obatnya, mencari tempat berpegang kepada siapa dan bagaimana
cara menenangkan perasaan yang stress itu, bahkan mereka sering bingung,
dihinggapi rasa takut dan rasa bersalah yang tidak tahu sebabnya.
Oleh karena itu,
tentu sangat perlu dijelaskan bagaimana pendidikan anak sebelum lahir, masa
bayi, masa kanak-kanak, dewasa, bahkan sampai mereka tua. Pendidikan anak pada
usia dini juga sangat dianjurkan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan. Karena pendidikan agama islam sejak dini sengat
berpengaruh terhadap pembentukan karakter dan kepribadian peserta didik. Proses
belajar dan pembelajaran bisa dilakukan pada jalur formal maupun informal.
B. Rumusan MasalahBerdasarkan
latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini
terinci sebagai berikut.
1. Bagimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga?
2. Bagaimanna pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah?
3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam masyarakat?
1. Bagimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga?
2. Bagaimanna pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah?
3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam masyarakat?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga.
2. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah.
3. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam.
1. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga.
2. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah.
3. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
Agama Islam di lingkungan keluarga berlangsung antara orang-orang dewasa yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan agama, dan anak-anak sebagai sasaran pendidikannya. Sedang ibu dalam kaitannya dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga, maka kedudukannya sebagai pendidik yang utama dan pertama, dalam kedudukannya sebagai pendidik, maka seorang ibu tidak cukup hanya memanggil seorang guru agama dari luar untuk mendidik anaknya di rumah, dan bukan dalam pengertian yang demikianlah yang dimaksud dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga. Akan tetapi lebih ditekankan adanya bimbingan yang terarah dan berkelanjutan dari orang-orang dewasa yang bertanggung jawab di lingkungan keluarga untuk membimbing anak.
Agama Islam di lingkungan keluarga berlangsung antara orang-orang dewasa yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan agama, dan anak-anak sebagai sasaran pendidikannya. Sedang ibu dalam kaitannya dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga, maka kedudukannya sebagai pendidik yang utama dan pertama, dalam kedudukannya sebagai pendidik, maka seorang ibu tidak cukup hanya memanggil seorang guru agama dari luar untuk mendidik anaknya di rumah, dan bukan dalam pengertian yang demikianlah yang dimaksud dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga. Akan tetapi lebih ditekankan adanya bimbingan yang terarah dan berkelanjutan dari orang-orang dewasa yang bertanggung jawab di lingkungan keluarga untuk membimbing anak.
Pengertian yang
jelas tentang pendidikan agama yang dilakukan di lingkungan keluarga interaksi
yang teratur dan diarahkan untuk membimbing jasmani dan rohani anak dengan
ajaran Islam, yang berlangsung di lingkungan keluarga. Dalam pelaksanaannya,
maka proses pendidikan.
Pendidikan pada
umumnya terbagi pada dua bagian besar, yakni pendidikan sekolah dan pendidikan
luar sekolah. Hal ini berdasar pada: “Maka proses belajar itu bagi seseorang
dapat terus berlangsung dan tidak terbatas pada dunia sekolah saja.
Dorongan atau
motivasi kewajiban moral, sebagai konsekwensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya.
Tanggung jawab moral ini meliputi nilai-nilai religius spiritual yang dijiwai
Ketuhanan Yang Maha Esa dan agama masing-masing, di samping didorong oleh
kesadaran memelihara martabat dan kehormatan keluarga.
Dalam kutipan yang pertama di atas dikemukakan bahwa lingkungan keluarga itu amat dominan dalam memberikan pengaruh-pengaruh keagamaan terhadap anak-anak, sehingga dapat dikatakan bahwa lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan agama sangat menentukan baik keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan kalau kesempatan yang baik dari lingkungan pertama yaitu keluarga itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa pendidikan agama dari pihak ibu dan bapak serta orang-orang yang bertanggung jawab di sekitarnya.
Dalam kutipan yang pertama di atas dikemukakan bahwa lingkungan keluarga itu amat dominan dalam memberikan pengaruh-pengaruh keagamaan terhadap anak-anak, sehingga dapat dikatakan bahwa lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan agama sangat menentukan baik keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan kalau kesempatan yang baik dari lingkungan pertama yaitu keluarga itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa pendidikan agama dari pihak ibu dan bapak serta orang-orang yang bertanggung jawab di sekitarnya.
Dalam hubungannya
dengan kelanjutan pendidikan atau kehidupan anak di masa mendatang, maka
pendidikan di lingkungan keluarga, termasuk di dalamnya pendidikan agama, hal
itu merupakan sebagai tindakan pemberian bekal-bekal kemampuan dari orang tua
terhadap anak-anaknya, dalam menghadapi masa-masa yang akan dilaluinya.
Dalam hubungannya
dengan pendidikan di sekolah maka sebagai persiapan untuk mengikuti pendidikan
atau sebagai pelengkap dari pendidikan yang berlangsung di bangku sekolah. Dan
dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, maka sebagai upaya untuk
mempersiapkan diri agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Secara sepintas
pembahasan tentang dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan keluarga
ini telah disebutkan di atas, yaitu atas dasar cinta kasih seseorang terhadap
darah dagingnya (anak), atas dasar dorongan sosial dan atas dasar dorongan
moral.
Akan tetapi
dorongan yang lebih mendasar lagi tentang pendidikan agama di lingkungan
keluarga ini bagi umat Islam khususnya adalah karena dorongan syara (ajaran
Islam), yang mewajibkan bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mereka,
lebih-lebih pendidikan agama.
Selain hal-hal
yang telah disebutkan di atas, yang dapat mendorong orang tua agar mendidik
anak-anak di lingkungan keluarga, ada lagi satu hal yang perlu diperhatikan
yaitu; mengingat kondisi anak itu sendiri, baik secara fisik maupun mental ia
mutlak memberikan bimbingan dan pengembangan ke arah yang positif. Kalau tidak
maka dikhawatirkan fitrah yang tersimpan, yang merupakan benih-benih bawaan itu
akan terlantar atau akan menyimpang.
Perlu diingat
bahwa pada diri anak itu terdapat kecenderungan-kecenderungan ke arah yang
baik, akan tetapi dilengkapi dengan kecenderungan ke arah yang jahat. Maka
tugas pendidik dalam hubungan ini adalah menghidup-suburkan kecenderungan ke
arah yang baik.
Oleh karena itu
benih-benih potensial yang mampu mendorong anak untuk mengembangkan pribadinya
dalam alternatif pemilihan lapangan hidup manusia di masa dewasanya sesuai
bakat dan kemampuan. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi
spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia. Akhlak mulia menyangkut etika,
budi pekerti, dan moral sebagai manifestasi dari pendidikan Agama. Peningkatan
potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai
keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual
ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada
akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia
yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Allah
SWT.
Pendidikan Islam
diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan
visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak
mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi
pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik
personal maupun social.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar
pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan keluarga adalah karena didorong oleh
beberapa hal yaitu:
1. Karena dorongan cinta kasih terhadap keturunan
2. Karena dorongan atau tanggung jawab sosial
3. Karena dorongan moral
4. Karena dorongan kewajiban agamis
1. Karena dorongan cinta kasih terhadap keturunan
2. Karena dorongan atau tanggung jawab sosial
3. Karena dorongan moral
4. Karena dorongan kewajiban agamis
Dan dorongan agama
inilah yang membuat kedudukan orang tua lebih besar tanggung jawabnya dalam
pendidikan karena dorongan kewajiban ini langsung diperintahkan Allah.
Pendidikan
keluarga adalah pendidikan yang diproses oleh seseorang di dalam lingkungan
rumah tangga atau keluarga. Sistem pendidikan ini merupakan unsur utama dalam
pendidikan seumur hidup, terutama karena sifatnya yang tidak memerlukan
formalitas waktu, cara, usia, fasilitas, dan sebagainya. Pada dasarnya, masing-masing
orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab atas pendidikan bagi
anak-anaknya. Mereka tidak hanya berkewajiban mendidik atau menyekolahkan
anaknya ke sebuah lembaga pendidikan. Akan tetapi mereka juga diamanati Allah
SWT untuk menjadikan anak-anaknya bertaqwa serta taat beribadah sesuai dengan
ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Dalam mendidik dan
menumbuh kembangkan anak-anak, orang tua atau tokoh ibu dan bapak sangat
memegang peranan yang sangat penting, baik-buruknya kelakuan anak, orang tualah
yang memegang peranan. Pendidikan rumah tangga ini disebut juga dengan
pendidikan informal. Peranan ibu dan bapak antara lain:
1. Ibu bapak sebagai pengatur kebersihan anak
2. Ibu bapak sebagai teladan bagi anak
3. Ibu bapak sebagai pendorong dalam tindakan anak
4. Ibu bapak sebagai teman bermain
5. Ibu bapak sebagai pengayom jika anak merasa takut
6. Ibu sebagai penjaga utama kesehatan anak dan sebagai teman bermainan kepribadian
Dalam hubungan ini
orang tua perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan agama bagi anggota
keluarga. Khususnya anak, karena akan sangat berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan dan perkembangan budi pekerti dan anak. Oleh sebab itu orang tua
berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa suri tauladan
kepada anak agar mereka dapat hidup selamat dan sejahtera.
Sasaran Pendidikan
Agama ditujukan kepada semua manusia sesuai dengan misi nabi Muhammad SAW yaitu
untuk seluruh alam. Ditujukan mulai kepada anak usia dini, remaja, dewasa dan
lanjut usia dalam istilah pendidikan disebut Long Live Education (pendidikan
seumur hidup).
Pendidikan anak
usia dini (0-6 tahun) dimulai dari anak dilahirkan sampai berumur 6 tahun
dengan tahapan sebagai berikut :
1. Masa bayi (0-2 tahun), di telinga sebelah kanan bagi anak laki-laki dan diqamatkan di telinga sebelah kiri bagi perempuan.
2. Aqiqah, pada hari ke tujuh kelahiran seorang bayi disunnahkan bagi orang tua atau walinya untuk melakukan aqiqah yakni menyembelih satu ekor kambing bagi anak perempuan dan dua ekor kambing bagi anak laki-laki.
3. Khitanan, peranan ibu sangat dominan dalam menanamkan pendidikan agama kepada anak di usia ini. Setiap hari seorang ibu perlu memperhatikan perkembangan yang terjadi pada anaknya baik secara biologis maupun psikisnya. Perkembangan anak sesuai dengan tahap-tahap umur tertentu yang perlu diketahui orang tua agar bisa memperlakukan anak dengan benar. Anak berumur 6 tahun tidak disebut bayi lagi, tetapi sudah disebut anak-anak masanya pun disebut masa kanak-kanak.
1. Masa bayi (0-2 tahun), di telinga sebelah kanan bagi anak laki-laki dan diqamatkan di telinga sebelah kiri bagi perempuan.
2. Aqiqah, pada hari ke tujuh kelahiran seorang bayi disunnahkan bagi orang tua atau walinya untuk melakukan aqiqah yakni menyembelih satu ekor kambing bagi anak perempuan dan dua ekor kambing bagi anak laki-laki.
3. Khitanan, peranan ibu sangat dominan dalam menanamkan pendidikan agama kepada anak di usia ini. Setiap hari seorang ibu perlu memperhatikan perkembangan yang terjadi pada anaknya baik secara biologis maupun psikisnya. Perkembangan anak sesuai dengan tahap-tahap umur tertentu yang perlu diketahui orang tua agar bisa memperlakukan anak dengan benar. Anak berumur 6 tahun tidak disebut bayi lagi, tetapi sudah disebut anak-anak masanya pun disebut masa kanak-kanak.
B. Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam dalam Sekolah
Pendidikan agama adalah unsur terpenting dalam pendidikan moral dan pembinaan mental. Pendidikan moral yang paling baik sebenarnya terdapat dalam agama karena nilai-nilai moral yang dapat dipatuhi dengan kesadaran sendiri dan penghayatan tinggi tanpa ada unsur paksaan dari luar, datangnya dari keyakinan beragama. Pendidikan agama di sekolah mendapat beban dan tanggung jawab moral yang tidak sedikit apalagi jika dikaitkan dengan upaya pembinaan mental remaja. Usia remaja ditandai dengan gejolak kejiwaan yang berimbas pada perkembangan mental dan pemikiran, emosi, kesadaran sosial, pertumbuhan moral, sikap dan kecenderungan serta pada akhirnya turut mewarnai sikap keberagamaan yang dianut (pola ibadah).
Pendidikan agama adalah unsur terpenting dalam pendidikan moral dan pembinaan mental. Pendidikan moral yang paling baik sebenarnya terdapat dalam agama karena nilai-nilai moral yang dapat dipatuhi dengan kesadaran sendiri dan penghayatan tinggi tanpa ada unsur paksaan dari luar, datangnya dari keyakinan beragama. Pendidikan agama di sekolah mendapat beban dan tanggung jawab moral yang tidak sedikit apalagi jika dikaitkan dengan upaya pembinaan mental remaja. Usia remaja ditandai dengan gejolak kejiwaan yang berimbas pada perkembangan mental dan pemikiran, emosi, kesadaran sosial, pertumbuhan moral, sikap dan kecenderungan serta pada akhirnya turut mewarnai sikap keberagamaan yang dianut (pola ibadah).
Pada sekolah-sekolah
yang menyiapkan peserta didiknya menjadi ahli agama atau pemimpin agama seperti
di madrasah atau seminari, seluruh kegiatan pembelajaran umumnya benar-benar
diarahkan untuk mendukung tujuan pendidikan yang ada.
Terdapat tiga
karakter sekolah yang terkait dengan pendidikan agama di sekolah. Pertama
sekolah negeri, kedua sekolah swasta umum non yayasan agama dan sekolah swasta
yayasan agama dan sekolah calon ahli atau pimpinan agama seperti madrasah dan
seminari. Varian karakter ini awalnya terbentuk karena perbedaan sumber
pembiayaan, pengawasan dan otonomi sekolah, serta misi dan intervensi pada
kurikulum. Dalam perkembangannya dinamika sekolah juga turut mempengaruhi
karakter sekolah. Tiga karakter ini pada akhirnya juga terkait dengan persoalan
multikulturalisme dalam masyarakat.
Pada sekolah
negeri dan sekolah swasta umum non yayasan keagamaan, pada jam pelajaran agama
siswa dipisah menurut agama yang berbeda-beda. Selama puluhan tahun praktek
pendidikan agama di sekolah seperti ini belum ada yang memberikan perhatian
secara serius bahwa pemisahan siswa pada jam pelajaran agama adalah sebuah
pembiasaan dan penanaman kesadaran bahwa agama adalah sesuatu yang memisahkan
(kebersamaan) manusia.
Di kalangan
peserta didik di sekolah Negeri pelajaran agama berlangsung lebih teratur dan
siswa beragam agama hampir selalu mendapatkan guru pelajaran agama sesuai
dengan keyakinan para siswa karena secara umum pemerintah mengusahakan guru
agama bagi semua peserta didik. Sebagai milik pemerintah, semua aktifitas
pembelajaran di sekolah negeri mengikuti secara penuh apa yang menjadi
kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.
Pada
sekolah-sekolah yang menyiapkan peserta didiknya menjadi ahli agama atau
pemimpin agama seperti di madrasah atau seminari, seluruh kegiatan pembelajaran
umumnya benar-benar diarahkan untuk mendukung tujuan pendidikan yang ada.
Sayangnya keseriusan pada satu bidang ini menyebabkan kecenderungan kurang
terbuka bagi pergaulan yang lebih luas, yang dengan demikian membatasi pengalam
dengan keragaman juga. Minimnya pengalaman akan keragaman perlu dikaji apakah
ada kaitannya dengan sensitivitas pada yang berbeda. Sensitivitas pada yang
berbeda hanya akan berkembang ketika ada pengalaman dengan yang berbeda dan
menggerti adanya perspektif yang berbeda juga.
Di sekolah umum
yayasan keagamaan di mana biaya operasional secara umum ditanggung oleh yayasan
dan wali murid, terdapat kebijakan sekolah yang menunjukkan keunikan yayasan.
Keunikan ini tampak dalam penerimaan guru, hingga tambahan pelajaran maupun
kegiatan ekstrakurikuler yang mewadahi pemenuhan misi yayasan keagamaan melalui
pendidikan.
Pengawasan yang
dilakukan oleh pemerintah lebih banyak pada soal jaminan kualitas pendidikan,
tetapi umumnya tidak menyentuh pada soal keunikan sekolah yayasan keagamaan.
Baru menjelang penetapan Undang-Undang no.20 tentang Sistem Pendidikan Nasional
tahun 2003, banyak sekolah di bawah yayasan keagamaan yang merasa otonominya
diganggu terutama berkaitan dengan pasal 13 yang mewajibkan semua sekolah
memberikan pelajaran agama yang sesuai dengan agama yang dianut oleh siswa.
Hingga tahun 2009 ini banyak sekolah yayasan keagamaan yang tidak bisa memenuhi
tuntutan pasal 13 UU no,20 tahun 2003 itu karena alasan teknis pembiayaan guru
dan alasan lain adalah menolak pelanggaran otonomi yayasan yang merasa tidak
memaksa siswa untuk masuk ke sekolah yang mempunyai keunikan tertentu.
Menurut teori pendidikan Islam, teori
pendidikan anak dimulai jauh sebelum anak diciptakan. Dalam hubungan ini orang
tua perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan agama islam setiap anggota
keluargakhususnya bagi anak-anak. Pendidikan agama yang ditanamkan sedini
mungkin kepada anak-anak akan sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
dan perkembangan budi pekerti dan kepribadian mereka.
Oleh sebab itu orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa suri tauladan kepada anak-anak bagaimana seseorang harus melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, agar mereka dapat hidup selamat dan sejahtera. Jadi, keluarga mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Keluarga Sebagai Wadah Utama Pendidikan
2. Pembentukan Keluarga
3. Keluarga ialah masyarakat terkecil sekurang kurangnya terdiri dari pasangan suami isri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari mereka. Agar tujuan terlaksana maka perlu meningkatkan tentang bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai dengan tuntutan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat .
4. Pembinaan Keluarga
5. Maksudnya adalah segala upaya pengelolaan atau penanganan berupa merintis, meletakkan dasar, melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni, mengarahkan serta mengembangkan kemampuan suami istri untuk mencapai tujuanmewujudkan keluarga bahagia sejahtera dengan mengadakan dan menggunakan segala dana dan daya yang dimiliki.
Oleh sebab itu orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa suri tauladan kepada anak-anak bagaimana seseorang harus melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, agar mereka dapat hidup selamat dan sejahtera. Jadi, keluarga mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Keluarga Sebagai Wadah Utama Pendidikan
2. Pembentukan Keluarga
3. Keluarga ialah masyarakat terkecil sekurang kurangnya terdiri dari pasangan suami isri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari mereka. Agar tujuan terlaksana maka perlu meningkatkan tentang bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai dengan tuntutan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat .
4. Pembinaan Keluarga
5. Maksudnya adalah segala upaya pengelolaan atau penanganan berupa merintis, meletakkan dasar, melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni, mengarahkan serta mengembangkan kemampuan suami istri untuk mencapai tujuanmewujudkan keluarga bahagia sejahtera dengan mengadakan dan menggunakan segala dana dan daya yang dimiliki.
Sekolah umum di
bawah yayasan non keagamaan dan keagamaan mempunyai peluang yang lebih besar
untuk membuat eksperimentasi pendidikan agama yang salah satunya bisa menjadi
tanggapan atas masyarakat yang multikultural.
C. Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam dalam Masyarakat
Dalam kacamata multkulturalisme, kewajiban bagi setiap siswa untuk mengikuti salah satu dari lima macam pendidikan agama, bagi para penganut agama dan kepecayaan di luar agama resmi adalah memutus generasi penerus penganut agama dan kepercayaan tersebut. Dampak dari pendidikan agama yang dibatasi berdasarkan agama yang dianggap resmi oleh pemerintah ini terasa setelah beberapa generasi. Namun hingga saat ini belum ada pihak penganut agama yang termarjinalkan secara sistematis mempersoalkan pelajaran agama yang pada masa pemerintahan Soeharto menjadi salah satu syarat kenaikan kelas.
Dalam kacamata multkulturalisme, kewajiban bagi setiap siswa untuk mengikuti salah satu dari lima macam pendidikan agama, bagi para penganut agama dan kepecayaan di luar agama resmi adalah memutus generasi penerus penganut agama dan kepercayaan tersebut. Dampak dari pendidikan agama yang dibatasi berdasarkan agama yang dianggap resmi oleh pemerintah ini terasa setelah beberapa generasi. Namun hingga saat ini belum ada pihak penganut agama yang termarjinalkan secara sistematis mempersoalkan pelajaran agama yang pada masa pemerintahan Soeharto menjadi salah satu syarat kenaikan kelas.
Namun ketika
pelajaran agama tidak lagi menentukan kelulusan dan tidak menjadi mata
pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional pun tidak ada tanggapan yang
kontra.
Saat ini ketika
generasi yang mengalami pendidikan agama yang memisahkan siswa karena berbeda
agama telah menjadi dewasa, sekat antaranggita masyarakat pun makin terasa.
Para orang tua yang tidak puas dengan pendidikan agama di sekolah yang dua jam
mengirim anak-anaknya ke sekolah terpadu yang jam pelajaran agamanya jauh lebih
banyak. Anak-anak makin berkurang pengalaman bermainnya dan berkurang juga
kesempatan bertemu dan mengalami kebersamaan dengan orang-orang yang berbeda.
Sementara di sisi
lain Pak Sartana guru agama yang membawakan pelajaran komunikasi iman mendapat
sambutan dari para orang tua siswa karena telah menemani anak-anak mereka lebih
masuk pada lika-liku kehidupan yang mendewasan bagi anak-anaknya. Meski model
pembelajaran pada komunikasi Iman membingungkan bagi pengawas pendidikan,
pemerintah tidak bisa menghentikan ekperimentasi yang dilakukan oleh Pak
Sartana, terutama karena dukungan masyarakat.
Pendidikan agama
yang dibutuhkan dalam masyarakat multikultur adalah pendidikan agama yang
senantiasa menghadirkan kehidupan yang penuh keragaman, baik latar belakang
manusia maupun keragaman sudut pandang. Untuk itu pelajaran agama sebaiknya
berbasis pengalaman akan memecah kebekuan ajaran agama yang tertutup dan tidak
melihat realitas secara hitam putih. Di sekolah yang melakukan pemisahan siswa
beda agama pada jam pelajaran agama perlu ada antisipasi agar pemisahan tidak
berpengaruh buruk pada rasa aman dan nyaman dengan penganut agama yang berbeda.
Hilangnya rasa aman dan nyaman akan merusak saling percaya antar anggota
masyarakat yang mana saling percaya ini merupakan modal sosial yang dibutuhkan
dalam kehidupan bersama yang adil dan beradab.
Pendidikan agama
berbasis pengalaman meniscayakan perubahan paradigma dalam melihat relasi
guru-peserta didik maupun dalam melihat sumber belajar serta proses
pembelajaran. Pengalaman hanya mungkin menjadi sumber belajar ketika guru dan
murid merasa setara, masing-masing merasa mempunyai kelebihan dan kekuarangan
untuk mengkaji bersama dengan berbagai sudut pandang. Dalam menilai
keberhasilan atau kegagalan belajar, pendidikan agama membutuhkan model
evaluasi yang tidak menggunakan angka, tetapi harus didasarkan pada praktek
hidup yang partisipatif dan bertanggungjawab pada diri sendiri dan lingkungan.
Penilaian bukan dengan angka tetapi narasi yang menunjuk pada kualitas.
Pelajaran agama
untuk siswa dari beragam agama bisa dilakukan dengan saling berbagi pengalaman
penghayatan keimanan, berbagi informasi dan pengetahuan siswa tentang agamanya.
Cara belajar seperti ini mendorong siswa untuk lebih aktif dan bertanggung
jawab dalam mendalami agamanya dan pada saat bersamaan membiasakan sikap hormat
dan simpati bagi penganut agma yang berbeda.
Masyarakat
merupakan kumpulan dari orang banyak yang berbeda-beda yang menyatu dan
mematuhi peraturan yang ditetapkan, mempunyai hubungan kekerabatan yang baik,
baik antar suku maupun antar bangsa. Untuk memberikan pendidikan agama pada
masyarakat, bisa dengan cara mendirikan majlis taklim atau pengajian-pengajian
di desa masing-masing. Pengajian ini dilaksanakan dari satu tempat ke tempat
lain dengan mendatangkan narasumber yang diminta untuk memberikan suatu materi
pendidikan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dalam pendidikan
agama Islam ada 3 istilah umum yang digunakan, yaitu al-Tarbiyat, al-Ta’lim dan
al-Ta’dib. Tarbiyat mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik yang
kedalamnya sudah termasuk makna mengajar atau allama. Berangkat dari pengertian
ini maka tarbiyat didefinisikan sebagai proses bimbingan terhadap potensi
manusia (jasmani, ruh, dan akal) secara maksimal agar dapat menjadi bekal dalam
menghadapi kehidupan dan masa depan.
Selanjutnya, Syed
Naguib al-Attas merujuk makna pendidikan darikonsep ta’dib, yang mengacu kepada
kata adab dan variatifnya. Dari pemikiran tersebut ia merumuskan definisi
pendidik adalah membentuk manusia dalam menempatkan posisinya yang sesuai
dengan susunan masyarakat, bertingkah lakusecara proposional dan cocok dengan
ilmu serta teknologi yang dikuasainya. Menurut Naguib al-Attas selanjutnya,
bahwa pendidikan islamlebih tepat berorientasi pada ta’dib. Sedangkan tarbiyat
dalam pandangannya mencakup obyek yang lebih luas , bukan saja terbatas pada
pendidikan manusia tetepi juga meliputi dunia hewan. Sedangkan ta’dib
hanyamencakuppengertian pendidikan untuk manusia.
Alasan penyebab
manusia (remaja) sebagai makhluk sosial memerlukan pendidikan yaitu:
1) . Dalam tatanan kehidupan masyarakat, ada upaya pewarisan nilai kebudayaan antara generasi tua ke generasi muda, dengan tujuan agar nilai hidup masyarakat tetap berlanjut dan terpelihara. Dalam hal ini PAI di masyarakat di harapkan dapat memberikan substansi dalam pembentukan akhlak remaja.
2). PAI di masyarakat merupakan agen sosial yang penting setelah sekolah dalam penanaman nilai, norma serta harapan-harapan dari masyarakat terhadap pembentukan dan penerapan akhlak remaja.
3). PAI di masyarakat merupakan tempat konflik dan solusi dalam keragaman terutama dari aspek keagamaan. Dengan adanya sinergi antara pemahaman konsep PAI dari masyarakat dengan media PAI di masyarakat dapat mengimbangi antara konflik dengan solusi tersebut. Contoh: Perbedaan agama antara sesama remaja, dengan adanya pemahaman PAI di masyarakat oleh para remaja diharapkan mereka dapat menghormati perbedaan tersebut tanpa harus ikut-ikut menyamakan dengan tradisi agama lain di antara teman sebayanya.
1) . Dalam tatanan kehidupan masyarakat, ada upaya pewarisan nilai kebudayaan antara generasi tua ke generasi muda, dengan tujuan agar nilai hidup masyarakat tetap berlanjut dan terpelihara. Dalam hal ini PAI di masyarakat di harapkan dapat memberikan substansi dalam pembentukan akhlak remaja.
2). PAI di masyarakat merupakan agen sosial yang penting setelah sekolah dalam penanaman nilai, norma serta harapan-harapan dari masyarakat terhadap pembentukan dan penerapan akhlak remaja.
3). PAI di masyarakat merupakan tempat konflik dan solusi dalam keragaman terutama dari aspek keagamaan. Dengan adanya sinergi antara pemahaman konsep PAI dari masyarakat dengan media PAI di masyarakat dapat mengimbangi antara konflik dengan solusi tersebut. Contoh: Perbedaan agama antara sesama remaja, dengan adanya pemahaman PAI di masyarakat oleh para remaja diharapkan mereka dapat menghormati perbedaan tersebut tanpa harus ikut-ikut menyamakan dengan tradisi agama lain di antara teman sebayanya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara langsung berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan anak didik. Keluarga adalah wadah yang pertama dan utama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam.
2. Sekolah adalah
lanjutan dari pendidikan keluarga yang mendidik lebih fokus,teratur dan
terarah.
3. Pendidikan
masyarakat merupakan pendidikan anak yang ketiga setelah sekolah. Peran yang
dapat dilakukan oleh masyarakat adalah bagaimana masyarakat bisa memberikan dan
menciptakan suasana yang kondusif bagi anak, remaja dan pemuda untuk tumbuh
secara baik.
B. SARAN
Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca. Penulis akan menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan yang memperbaiki makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya dapat penulis selesaikan dengan hasil yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
http_://www.jamaahmuslimin.com/risalah/114/
http_://www.al-shia.com/html/id/books/Pendidikan%20Anak/
http_://wbumuadz.wordpress.com/2007/05/05/pendidikan-anak-dalam-islam/
No comments:
Post a Comment